Harga Migas Lagi Bagus, MEA: Jangan Buang Kesempatan Kelola Blok Masela

Share

Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Maluku Energi Abadi (MEA), Ir. Musalam Latuconsina menegaskan, bahwa pengembangan wilayah kerja (WK) Masela di Blok Masela, Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku merujuk kepada Kontrak Kerja Sama antara Inpex selaku Operator yang mewakili KKKS lainnya bila terdapat lebih dari satu KKKS.

Namun menurut dia, saat ini, SKK Migas dan Inpex perlu mempertimbangkan biaya, waktu dan kesempatan yang terbuang akibat tertundanya tahapan pengembangan wilayah kerja tersebut.

“Ini penting, sebab alasan penundaan sebelumnya karena Covid-19 dan harga yang turun, saat ini sudah tidak relevan lagi,” kata Musalam kepada Ruangenergi.com, Rabu (03/11/2021).

Lebih jauh ia juga meminta agar SKK Migas dan Inpex perlu membuka diri untuk menjelaskan alasan yang sebenarnya kepada seluruh stakeholder kunci, terutama kepada pemerintah dan masyarakat di Maluku.

“Mereka (SKK Migas dan Inpex-red) harus menjelaskan mengenai komitmen serta ketegasan dalam pelaksanaan Kontrak antara Inpex dan SKK Migas, dan bagaimana nasib proyek Masela ini selanjutnya,” tegasnya.

Ia juga menjelaskan, bahwa di dalam setiap Kontrak termaktub mengenai kewajiban dan sanksi, namun apakah SKK Migas akan berlaku kaku atau flexibel itu adalah diskresi yang dimiliki pemerintah.

“Masyarakat bebas memberi penilaian terhadap komitmen Inpex dan ketegasan SKK Migas. Yang pasti kami di Daerah mendukung apapun kebijakan Pemerintah Pusat yang terwakili oleh SKK Migas dalam menjalankan kontrak,” tutup Musalam.

Dihubungi terpisah, pakar Migas dan Perencanaan Wilayah, DR. Ridwan Nyak Baik mengatakan, selaku pemegang otoritas mewakili pemerintah, harusnya SKK Migas lebih tahu “luar-dalam” terkait kelanjutam proyek tersebut. Menurutnya, beberapa bulan lalu petinggi SKK Migas membuat pernyataan bahwa pelepasan 35 % PI Shell diharapkan tuntas akhir 2021.

“Bila hingga November 2021, belum ada titik terang, tentu saja SKK Migas sangat mahfum apa dan mengapanya. Harusnya apa-mengapanya itu yang dijelaskan ke stakeholder lain agar semua transparan dan cepat melakukan antisipasi dengan langkah-langkah penyesuaian. Terutama, pengaruh di lapangan,” papar Anggota Tim Ahli Migas Rektor Unpatti Ambon ini.

Ridwan menilai ada yang aneh dengan apa yang disampaikan Wakil Kepala SKK Migas terkait berita berjudul “Dampak sosial semakin besar akibat terlambatnya proyek LNG Masela” yang dirilis Ruangenergi.com, Selasa (02/11/2021).

“Aneh Wakil Kepala SKK Migas bisa membuat statement abu-abu yang bersifat kualitatif seperti itu. Tidak dirinci, dampak sosial apa: apakah kriminal meningkat, angka kemiskinan bertambah, nilai-nilai kearifan lokal menurun, atau yang lainnya,” cetusnya.

“Mestinya juga dijelaskan secara kuantitatif seberapa besar dampak tersebut. Apakah bisa dikendalikan dan dikelola. Jika bisa berapa lama pengelolaan dampak tersebut dapat dilakukan baik oleh daerah maupun bersama stakeholder lainnya. Lalu, langkah-langkah strategis apa yang dilakukan oleh SKK Migas bersama pemerintah daerah dalam menekan potensi dampak tersebut,” lanjutnya.

Selain itu, ia juga mempertanyakan apa yang sudah dilakukan SKK Migas dalam melobby potensial investor lain seperti Pertamina yang sering disebutkan akan ikut dalam proyek LNG abadi itu.

“Menurut saya, pernyataan kualitatif Wakil Kepala SKK Migas tentang dampak sosial akibat terlambatnya proyek LNG Masela, bukan solusi. Tapi, lebih terbaca sebagai upaya menutupi kegagalan SKK Migas dalam mencari partner baru pengganti Shell. Atau bisa juga dibaca sebagai ketidak berhasilan SKK Migas “menekan” Shell agar lebih serius dalam sikapnya menjual 35 % PI yang dia miliki, toh data room sudah lama dibuka kepada peminat,” paparnya.

Lebih jauh ia mengatakan, dengan tidak merinci secara kuantitatif dampak sosial yang muncul (jenis dan besarnya), SKK Migas juga terkesan mau menghindar dari penilaian publik atas kegagalan kebijakan aspek teknoekonomi yang dijalankan di proyek LNG Masela.

“Kalau dalam bahasa yang lugas dan lebih mengerucut ini menunjukkan ketidak mampuan manajemen SKK Migas dalam menjalankan keputusan Presiden Jokowi terkait Proyek LNG Abadi Masela dibangun di darat (Onshore),” pungkasnya.

Sebelumnya, Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengungkapkan, dampak sosial akibat terlambatnya Proyek Kilang LNG Masela/LNG Abadi, yang digagas oleh Inpex Masela Ltd semakin besar dimana harapan masyarakat mulai pupus akibat tidak jelasnya kelanjutan proyek.

“Di sisi lain, semakin lama Inpex memulai kegiatan utama pengembangannya, semakin mundur jadwal onstream dan berdampak kepada komersial LNG nya yang harus berkompetisi lebih berat lagi,” katanya.

Menurutnya, harga minyak dan LNG saat ini sudah naik, sehingga Inpex tidak harus menahan pengembangan proyek tersebut lagi. Waktu itu ditahan karena menunggu Shell keluar dan karena harga minyak yang turun sekali.

“Tapi sekarang harga sudah naik jauh di atas asumsi proyek dan sudah bertahan lama… mengapa Inpex diam saja? Shell sendiri ditargetkan akhir 2021 harus sudah keluar… status keluarnya Shell juga masih tidak jelas apa yang dilakukan oleh Shell saat harga minyak dan LNG yang sudah tinggi,” katanya.(SF)

Related Posts