Proses Pengalihan PI 10 Persen Blok Masela Macet, Rakyat Maluku Kecewa

Share

Jakarta, HarianSentana.com – Meskipun telah memasuki tahapan ke enam, proses pengalihan participating interest (PI) 10% Blok Masela ke Pemerintah Provinsi Maluku tiba-tiba terhenti karena adanya surat dari Inpex Masela yang mengaku mendapatkan arahan untuk menunda terlebih dahulu proses PI ke BUMD Maluku.

Dalam Webinar bertajuk “Blok Masela Dalam Pembangunan Ekonomi Masyarakat Maluku” yang dihelat Ruangenergi dan Maluku Energi Abadi (MEA), Rabu (8/12), Direktur PT Maluku Energi Abadi (MEA), Musalam Latuconsina mengatakan, rakyat terutama DPRD Maluku terus mempertanyakan mengenai kelanjutan proyek gas Blok Masela.

“Proses pekerjaan Blok Masela sudah mulai berjalan dengan operator Inpex. MEA sebagai wakil dari Pemprov Maluku sudah ikut serta dalam tahapan proses dari tahap 1-7. Tapi, pada bulan Mei 2021, tiba-tiba ada surat dari Inpex yang meminta tahapan proses di-hold atau ditunda dengan alasan ada arahan dari SKK Migas dan Kementerian ESDM,” paparnya.

Musalam menjelaskan bahwa dalam waktu sepekan, surat itu langsung dibalas ke pihak Inpex. Bahkan, MEA juga berkirim surat ke SKK Migas dan Kementerian ESDM untuk mempertanyakan mengapa proyek Blok Masela harus di-hold. Ada masalah apa, tapi sampai sekarang tidak ada jawaban yang jelas.

“Surat kami tidak dijawab sampai sekarang, baik oleh Kementerian ESDM, SKK Migas dan juga Inpex. Pertanyaan saya kenapa mereka tidak membalas surat kami,” jelas Musalam lagi.

Bahkan pada September lalu, Gubernur Maluku juga mengirim surat ke Kementrian ESDM yang ditembuskan ke Presiden RI dan semua kementrian terkait tapi sampai sekarang juga tidak dibalas.

“Jadi kami atas nama rakyat Maluku sangat kecewa dengan kondisi saat ini, tapi apapun kami tunggu keputusan terakhir. Yang penting semuanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tukasnya.

Sebelumnya pihak PI 10 % untuk BUMD. Dan saat itu pihaknya beranggapan BUMD yang dimaksud adalah BUMD Provinsi.

“Jadi kalau memang ada BUMD Kabupaten dan sebagainya harusnya dari tahap awal sudah disampaikan. Jangan sudah di tahap keenam baru muncul hal seperti ini dengan alasan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” cetusnya.

“Kendati demikian, kita tetap menunggu sesuai dengan peraturan yang berlaku, bahkan kalau ada perubahan peraturan MEA akan tetap tunggu. Kalau memang sudah ada peraturan yang berubah maka masyarakat Maluku akan patuh kepada aturan,” tambah Musalam.

Pihaknya juga berharap, PI 10 % di tiga wilayah kerja di Maluku bisa segera dapatkan. Menurut dia, dua wilayah kerja yakni lapangan migas Bula dan Non Bula sudah memprosesnya dan semoga bisa terealisasi tahun depan. Begitu pula dengan blok Masela.

Sebelumnya, Kepala Divisi Formalitas SKK Migas, Syaifuddin mengatakan, bahwa bagian PI 10% sudah direaliasikan yaitu ke Pemprov Maluku. Selanjutnya, Pemprov harus membentuk BUMD agar bisa ikut menjalankan usaha dan menjadi bagian dari Blok Migas dengan saham 10% PI sesuai aturan UU itu.

Menurut Syaifudin, sejauh ini Inpex sebagai operator Blok Masela juga sudah menjalankan tugas corporate social responsible (CSR) kepada warga masyarakat sekitar.

“Mereka itu secara garis besar bisa dikelompokan dalam bentuk batuan pendidikan dan latihan ketrampilan kepada warga sekitar, kesehatan, lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar,” sebut pejabat SKK Migas itu.

Dari rencana awal, Inpex akan berinvestasi sampai USD20 miliar untuk mengoperasikan Blok Masela. Investasi itu, terbagi ke dalam empat tahap, mulai pra rekonstruksi, kontruksi, produksi sampai pasca produksi blok migas itu.

“Pemerintah khusus SKK Migas akan taat azas dan siap menjalankan kebijakan Pemerintah pusat melalui UU dan produk turunnya terkait pengoperasian Blok Masela ini,” terang Syaifudin.

Sementara Subkoordinator Penilaian Rencana Pengembangan Lapangan Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, Barkun Kharisma Suko mengatakan, bahwa PI 10% sudah jelas aturannya untuk daerah penghasil. Pemerintah komit menjalankan kebijakan itu, dan sejauh ini proses itu sudah berjalan di Blok Masela.

Kendati begitu, kata Barkun, PI 10% itu ada batasannya. Untuk blok migas di perairan seperti Blok Masela, jika berada kisaran 1-4 mile dari garis pantai, maka itu bagiannya Kab/ Kota penghasil. Tapi, jika berada 4-12 mile dari garis pantai, maka PI 10% menjadi bagian Pemprov penghasil migas.

“Terkait silang sengketa PI 10% Blok Masela, itu menjadi bagian Pemkab atau Pemprov Maluku dan atau daerah lain yang akan menerima, menjadi kewenangan Pemerintah Pusat cq. Kementerian ESDM yang akan memutuskan. Sayang, sampai sekarang kita belum menerima keputusannya,” tutup Barkun.(s)

Related Posts